Hewan Amfibi dan Keterangannya

Hewan Amfibi adalah jenis hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di dua alam, yakni di air dan di daratan. Biasanya binatang amfibi akan hidup di dekat air tawa ketika musim panas. Sebagian amfibi juga berhabitat di daerah hutan, gurun, dan juga arktik. Amfibi bernapas menggunakan paru-paru ketika sudah dewasa, sedangkan saat masih dalam bentuk berudu mereka akan bernapas menggunakan insang. Selain itu, hewan amfibi juga menghirup oksigen melalui kulit mereka ketika keadaan kulit sedang basah. (baca : hewan vertebrata dan invertebrata)

Hewan amfibi seperti katak biasanya akan bertahan hidup dengan tinggal di daerah pepohonan atau dedaunan. Warna kulit mereka yang sama dengan lingkungan membuat mereka aman dari ancaman predator lain. Selain itu, ada beberapa jenis spesies amfibi yang memiliki kulit berbisa sehingga bisa meracuni predatornya. Hewan amfibi memiliki penglihatan yang sangat tajam. Keistimewaan hewan amfibi adalah mereka memiliki katup mata, kelenjar, dan saluran yang membuat mata hewan amfibi tetap berair. Kondisi tersebut merupakan salah satu bentuk adaptasi hewan amfibi yang hidup di dua alam. Amfibi berkembang biak dengan cara bertelur. Seperti pada daur hidup katak, telur-telur akan berubah dan berkembang menjadi dewasa dengan melewati fase menjadi kecebong.

Amfibi merupakan salah satu jenis hewan berdarah dingin. Suhu tubuh amfibi akan mengikuti suhu lingkungan di mana ia berada. Saat berada di air, suhu tubuh amfibi akan relatif rendah, sedangkan saat di daratan suhu tubuhnya akan naik. Amfibi memliki 3 ruangan jantung, dua ruangan berupa serambi sedangkan untuk satu ruangan berupa bilik. (baca : hewan berdarah dingin dan panas)

Ciri-ciri Hewan Amfibi

Secara umum, hewan amfibi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Tubuh amfibi biasanya terdiri atas kepala dan badan seperti pada katak. Bisa juga berupa kepala, badan, dan ekor, seperti pada spesies salamander.
  • Amfibi memiliki kulit yang lunak, selalu basah, dan juga berkelenjar. Kulit amfibi biasanya tidak bersisik, kecuali pada hewan salamander. Pada bagian antara kulit dan jaringan otot di bawahnya terdapat rongga, rongga tersebut berisi cairan limfa. Hewan amfibi yang berwarna cerah biasanya akan menghasilkan racun di bagian kulitnya.
  • Hewan amfibi memiliki 2 pasang kaki. Kedua pasang kaki tersebut Digunakan untuk berjalan, berenang, dan melompat. Pada katak, kaki belakang biasanya lebih panjang bila dibandingkan dengan kaki depan. Pada kaki depan terdapat empat jari, sedangkan pada kaki belakang terdapat lima jri. Di antara jari-jari tersebut terdapat selaput renang.
  • Alat pernapasan amfibi terdiri atas paru-paru, kulit, dan insang. Amfibi dewasa akan melakukan pernapasan menggunaan paru-paru. Paru-paru tersebut terdiri atas kantong-kantong dengan dinding yang memiliki banyak ruangan.
  • Hewan amfibi adalah hewan berdarah dingin (poikiloterm).
  • Hewan amfibi memiliki 3 ruang jantung, terdiri atas 1 ventrikel dan 2 atrium. Peredaran darah pada hewan amfibi adalah tertutup ganda di mana darah melewati jantung dua kali dalam satu kali peredaran.
  • Hewan amfibi memiliki sistem pencernaan yang relatif lengkap. Sistem pencernaan pada amfibi meliputi mulut, faring, esofagus (kerongkongan), lambung, usus, dan rektum kemudian langsung bersatu dengan kloaka. Salah satu hewan amfibi yaitu katak memiliki mulut yag sangat lebar dan sepanjang rahang atas terdapat gigi-gigi kecil. Pada bagian langit-langit mulut terdapat gigi vomer. Ujung lidah hewan amfibi bercabang dan di bagian permukaannya biasanya terdapat semacam zat perekat yang bermanfaat untuk menangkap mangsa seperti serangga. Selain sistem pencernaan seperti yang telah disebutkan tersebut, amfibi juga memiliki hati, kantong empedu, dan pankreas yang bermanfaat pula dalam sistem pencernaan.
  • Sistem ekskresi pada hewan amfibi menggunakan ginjal tipe mesonefroid dan saluran kemih yang membawa ke bagian sekret ke kloaka. Kandung kemih yang dimiliki oleh hewan amfibi terdapat di sebelah sisi ventral kloaka.
  • Amfibi memiliki sistem koordinasi berupa sistem saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf amfibi berupa otak yang terdiri atas lima bagian dan sepuluh saraf kranial. Sistem endokrin hewan amfibi berupa kelenjar pituitari yang terdapat di bagian bawah otak, kelenjar tiroid, kelenjar adrenal, pulau-pulau Langerhans dalam pankreas, dan gonad. Kelenjar pituitari tersebut menghasilkan hormon perangsang pertumbuhan, perangsang metamorfosis, perangsang gonad, pengendali perluasan sel-sel pigmen (sel-sel yang menyebabkan warna kulit menjadi lebih gelap), dan pengatur keseimbangan air serta kontraksi otot.
  • Hewan amfibi memiliki sistem indera yang terdiri atas telinga, lubang hidung, dan mata. Mata hewan amfibi dilindungi oleh selaput tidur, kelopak mata atas, dan juga kelopak mata bawah. Dua lubang hidung pada amfibi berhubungan langsung dengan rongga mulut melalui saluran yang disebut koane. Untuk bagian telinga, amfibi memiliki dua bagian telinga yaitu telinga tengah dan telinga dalam. Telinga tengah akan berhubungan dengan faring melalui tabung eustachius. Beberapa jenis amfibi seperti katak dan bangkong memiliki selaput telinga pada bagian telinga tengah. Sedangkan pada amfibi jenis salamander tidak memiliki selaput telinga. Salamander dapat merasakan getaran suara melalui kaki bagian depan.
  • Alat kelamin pada hewan amfibi terpisah. Kebanyakan hewan amfibi biasanya bersifat ovipar, namun sebagian juga ovovivipar dan vivipar. Pada pengelompokan hewan amfibi katak, sperma dan telur akan dikeluarkan pada saat perkawinan terjadi. Telur katak tidak bercangkang tetapi terlapisi oleh selaput lendir yang akan hilang atau mengering jika terpapar oleh cuaca panas. Fertilisasi biasanya akan terjadi di tempat yang lembab. Telur yang telah dibuahi oleh sperma akan berkembang menjadi berudu, berudu tersebut hidup di dalam air dan bernapas menggunakan insang. Saat berudu menjadi dewasa (menjadi katak) ia akan bernapas menggunakan paru-paru.

Klasifikasi Hewan Amfibi

Hewan amfibi terdiri atas sekitar 4000 spesies. Amfibi terbagi atas 3 ordo, di antaranya ordo Apoda (Gymnophiona), ordo Urodela (Caudata), dan ordo Anura (Salientia).

1. Ordo Apoda (Gymnophiona)

Apoda adalah hewan amfibi yang tidak memiliki ekor dan kaki. Bentuknya hampir menyerupai belut dan ular. Apoda memiliki warna kulit gelap dan tekstur kulit yang lembut. Akan tetapi ada juga beberapa jenis apoda yang memiliki warna kulit yang cerah seperti merah dan kuning. Salah satu jenis hewan yang termasuk ordo apoda adalah cecilia. Cecilia memiliki sisik-sisik kecil di bagian kulitnya (menyerupai ular). Hewan ini memiliki pertahanan dengan menggunakan racun yang berada di bagian kulitnya dan selalu memiliki cara hewan beradabtasi dengan lingkungannya. Berbeda dengan katak, cecilia melakukan pembuahan secara internal. Cecilia biasanya dapat ditemukan di tempat yang lembab seperti di pinggir sungai dan juga parit. Ordo apoda memiliki 10 famili dengan jumlah spesies mencapai 200 jenis. Beberapa jenis spesies apoda yang hidup di Indonesia di antaranya Indonesia Caecilian (Ichthyophis bernisi), Billiton Island Caecilian (I. billitonensis), Elongated Caecilian (I. elongatus), Javan Caecilian (I. hypocyaneus), Java Caecilian (I. javanicus), Black Caecilian (I. monochrous), Kapahiang Caecilian (I. paucidentulus), Yellow-banded Caecilian (I. paucisulcus), dan Sumatra Caecilian (I. sumatranus).

2. Ordo Urodela (Caudata)

Ordo urodela disebut juga dengan jenis salamander. Salamander memiliki bentuk menyerupai kadal dan biasanya hidup di daerah daratan. Meskipun hidup di daratan, salamander juga dapat hidup dan bernapas di dalam air. Ordo urodela memiliki jumlah spesies mencapai 671 jenis. Salamander tidak bisa dijumpai di wilayah Indonesia. Salamander memiliki cara bertahan hidup yang mirip dengan cicak. Ekor salamander yang terputus akan tumbuh kembali seperti pada cicak. Beberapa jenis hewan yang termasuk ke dalam ordo urodela di antaranya Salamander Raksasa Cina (Andrias davidianus) yang hidup di China, Salamander punggung merah (Plethodon cinereus) di Amerika Utara, dan Asiatic Salamanders (Hynobius kimurae).

3. Ordo Anura (Salientia)

Ordo anura biasanya ditandai dengan adanya ekor pada hewan amfibi ketika masih muda. Saat dewasa, ekor hewan tersebut lama-kelamaan akan hilang. Katak adalah salah satu jenis hewan yang masuk ke dalam kategori anura. Ordo anura memiliki sekitar 55 famili dan jumlah spesies mencapai 6.455 di seluruh dunia. Beberapa contoh hewan yang termasuk ke dalam spesies anura yang dapat kita temukan di Indonesia di antaranya katak pelangi (Ansonia latidisca), katak bertaring (Limnocetes sp.), katak darah (Leptophryne cruentata), bangkong sungai (Phrynoidis aspera), kongkang jeram (Huia masonii), kodok pohon kaki putik (Philautus pallidipes), kodok sawah (Fejervarya cancrivora), bancet hijau (Occidozyga lima), precil Jawa (Microhyla achatina), dan juga kodok pohon Jawa (Rhacophorus javanus).

Peranan Hewan Amfibi

Jika kita memperhatikan beberapa jenis hewan amfibi yang ada di lingkungan kita, seperti katak, pasti kita jarang menemukan peranan apa saja yang telah diberikan oleh hewan tersebut. Namun, hewan amfibi ternyata memiliki banyak peranan dalam kehidupan alam, di antaranya:

  • Di dalam sistem ekologis, hewan amfibi berperan dalam sistem rantai makanan.
  • Hewan amfibi berperan dalam pengendalian serangga hama karena amfibi memangsa serangga sebagai makanan.
  • Jika kita memperhatikan dengan seksama, hewan amfibi adalah indikator dari keadaan lingkungan.
  • Meski tidak disarankan, hewan amfibi terkadang menjadi sumber protein hewani bagi beberapa kalangan.
  • Hewan amfibi sering dijadikan sebagai hewan percobaan laboratorium.
  • Hewan amfibi yang memiliki nilai estetika tinggi sering dijadikan sebagai hewan peliharaan.

Itulah beberapa jenis hewan amfibi dan juga peranan amfibi dalam kehidupan alam maupun manusia. Meskipun tergolong jarang dipergunakan oleh manusia, ternyata hewan amfibi memberikan banyak peranan yang besar bagi kehidupan manusia dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan alam.