Penanaman Terumbu Karang Untuk Rehabilitasi

Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem biota laut dan menjadi rumah bagi para ikan. Kehadiran terumbu karang justru membawa dampak baik bagi nelayan karena dengan sendirinya ikan-ikan akan berdatangan dan menjadikan terumbu karang sebagai tempat tinggalnya. Adanya terumbu karang menjadikan daya tarik tersendiri yang membuat para pendatang mengagumi keindahannya.

Hampir sekitar 70% terumbu karang dihuni oleh berbagai jenis ikan. Ikan-ikan yang menghuni terumbu karang biasanya didominasi oleh ikan kerapu, ikan-ikan yang memiliki daya jual tinggi bahkan tidak jarang ikan pari pun menjadikan terumbu karang sebagai tempat berlindung. Keadaan ini justru menguntungkan dan memudahkan bagi nelayan karena dapat dengan mudah mendapatkan ikan tanpa harus melaut sampai ke tengah lautan.

Ada sekitar 85.000 km2 yang menjadi kawasan terumbu karang di Indonesia. Hampir seperdelapan dari total terumbu karang yang ada di dunia, terdapat di Indonesia. Sayangnya, berdasarkan hasil penelitian para ahli dari sekitar 371 kawasan observasi terumbu karang hanya 6,2% saja kawasan terumbu karang yang masih dalam kondisi sangat baik, sementara sisanya butuh perhatian ekstra untuk segera direstorasi.

Restorasi dapat dilakukan dengan upaya penanaman terumbu karang dengan cara yang tepat. Restorasi adalah upaya pemulihan sebuah ekosistem yang menurun, rusak atau hancur. Penanaman terumbu karang yang rusak dapat dilakukan melalui proses transplantasi karang. Cara transplantasi terumbu karang adalah cara sederhana yang juga diterapkan sebagai cara budidaya terumbu karang untuk kepentingan rehabilitasi ekosistem terumbu karang.

Penanaman terumbu karang dengan cara transplantasi dilakukan dengan beberapa tahap, diantaranya :

1. Pemilihan Lokasi

Rehabilitasi terumbu karang bertujuan untuk membuat ekosistem buatan yang dapat memperbaiki ekosistem terumbu karang yang rusak. Proses ini membutuhkan jangka waktu yang panjang dengan pemantauan yang berkala. Pemilihan lokasi untuk dilakukan penanaman terumbu karang yang baru haruslah tepat agar proses restorasi berjalan dengan baik.

2. Pembuatan Substrat

Pembuatan rak, jaring dan substrat haruslah dipertimbangkan karena inilah yang akan dijadikan media untuk pertumbuhan bibit terumbu karang. Bahan-bahan yang akan dijadikan rak, jaring dan substrat harus didesain tahan terhadap arus air karena substrat akan ditempatkan di dalam laut di sekitar terumbu karang yang rusak.

3. Pemilihan Bibit

Bibit terumbu karang yang biasanya ditransplantasi di wilayah perairan Indonesia biasanya dari jenis-jenis terumbu karang seperti Acropora, Hynopora sp, Pocillopora, Sylopora, Cynarina Lacrymalis, Plerogyra Sinuosa, Euphillia sp. Bibit karang dapat dikembangbiakan secara aseksual dengan fragmen ataupun secara seksual dengan larva.

Bibit karang atau fragmen yang akan ditransplantasi harus berukuran cukup besar sekitar 5-10 cm. Berdasarkan hasil pemantauan, fragmen berukuran lebih dari 5 cm terbukti memiliki kesempatan ketahanan hidup yang lebih besar.

Sedangkan bibit karang dengan ukuran 2-3 cm dapat juga dibudidayakan dan di tempatkan di tengah laut. Butuh biaya yang lebih mahal untuk setiap pembibitan terumbu karang karena semakin lama waktu budidaya, semakin mahal biaya produksi transplantasinya. Namun cara ini terbukti lebih efektif sekalipun harus mengeluarkan biaya yang cukup mahal pada mulanya.

4. Penanaman Karang

Penanaman karang harus ditempatkan dengan baik sehingga bibit karang atau fragmen dapat terlindungi dan tetap stabil. Penempelan transplantasi ini dapat dilakukan dengan paku, perekat epoxy, kabel baja anti karat, kabel atau kabel pengikat. Penanaman karang dengan menggunakan alat perekat ini cukup efektif untuk meminimalisir fragmen yang terbawa arus atau gelombang laut. Meskipun kondisi substrat dan ukuran atau bentuk bibit karang turut mempengaruhi seberapa efektif fragmen dapat merekat kuat.

5. Pemantauan

Bibit karang yang sudah ditransplantasi haruslah dipantau secara berkala agar dapat menghasilkan terumbu karang yang sehat. Keberadaan alga menjadi faktor utama gagalnya sebuah transplantasi sebagai upaya penanaman terumbu karang. Jenis-jenis alga yang dapat menempel pada terumbu karang dapat membuat fragmen karang mati. Kondisi air yang penuh dengan kandungan nutrien dapat memicu tumbuhnya makro alga. Keberadaan alga dapat diketahui karena ciri-ciri alga dapat terlihat pada terumbu karang.

Selain itu, adanya penyakit karang seperti Black Band Diseases yang ditemukan pada transplantasi karang di Kepulauan Seribu menjadi penghambat tumbuhnya terumbu karang. Jika ada terumbu karang yang terinfeksi penyakit, sebaiknya segera dipotong agar penyakit karang tidak menyebar semakin luas. Jarang sekali ada terumbu karang yang dapat sehat kembali setelah terjangkit penyakit. Maka cara yang paling efektif adalah segera memutus sumber penyakitnya.

Di sinilah pentingnya upaya pemantauan berkala agar kondisi terumbu karang untuk rehabilitasi berjalan dengan baik serta ekosistem terumbu karang dapat segera pulih. Penanaman terumbu karang dengan metode transplantasi bukanlah cara yang instan dalam memperbaiki ekosistem terumbu karang. Butuh proses panjang agar terumbu karang kembali membaik.

Cara Memulihkan Terumbu Karang dengan Tepat

Kondisi terumbu karang memang sensitif. Sekalipun hanya diambil satu buah, keberlangsungan hidupnya akan terganggu karena ada ribuan makhluk hidup yang saling terhubung dengan terumbu karang itu. Belum lagi proses pembentukan terumbu karang yang membutuhkan waktu sampai jutaan tahun sampai terbentuk sebuah koloni terumbu karang. Berdasarkan data, terumbu karang yang ada di Indonesia telah ada sejak 450 juta tahun yang lalu.

Adanya kerusakan terumbu karang yang semakin besar, membuat para ilmuwan dengan cekatan membentuk sebuah lembaga penelitian dan konservasi terumbu karang untuk menanggulangi kerusakan serta rehabilitasi melalui penanaman kembali terumbu karang yang sudah rusak. Terumbu karang yang sudah rusak masih berpotensi untuk kembali pulih asalkan dengan penanganan yang tepat, yaitu dengan cara :

  • Kondisi lokasi pemulihan terumbu karang harus benar-benar optimal
  • Kawasan pemulihan harus bebas dari penangkapan ikan yang berlebihan dengan cara ilegal seperti menggunakan racun, bom ataupun alat tangkap lainnya.
  • Memastikan industri pariwisata yang ada di lokasi tersebut tidak akan mengganggu usaha untuk penanaman kembali terumbu karang yang rusak.
  • Terdapat permukaan dasar karang yang padat serta bebas alga agar larva karang bisa tumbuh, sehingga potensi untuk melakukan rehabilitasi terumbu karang semakin optimal.
  • Adanya karang dewasa sebagai penyedia larva baru, sehingga kegiatan penanaman dan pemulihan karang rusak berlangsung lebih cepat.

Pelestarian ekosistem laut Indonesia bukanlah menjadi tanggungjawab satu orang ataupun satu lembaga saja. Setiap manusia memiliki kewajiban untuk menjaga keseimbangan ekosistem dengan berbagai cara. Cara menjaga keseimbangan ekosistem dapat dilakukan dengan tidak merusak setiap ekosistem yang ada di alam ini, baik itu ekosistem laut, darat, ekosistem rawa, ekosistem danau maupun ekosistem lainnya. Bahaya tidak melestarikan ekosistem akan berdampak dan dirasakan sendiri oleh manusia jika masih mengabaikan kewajiban ini.