T. saginata tidak secara langsung ditularkan dari manusia ke manusia, akan tetapi untuk T. solium dimungkinkan bisa ditularkan secara langsung antar manusia yaitu melalui telur dalam tinja manusia yang terinfeksi langsung ke mulut penderita sendiri atau orang lain. Cacing pita T. saginata dikenal sebagai parasit usus pada manusia (inang utama) menyebabkan Taeniasis (cacingan) dan Sistiserkosis pada sapi dan kerbau (inang sementara).
Cacing pita secara klasfikasi makhluk hidup masuk ke dalam klasifikasi animalia dengan filum Platyhelminthes, kelas Cestoidea, Ordo Cyclophyllidea, famili Taeniidae dan genus Taenia. Habitat T. saginata dewasa hidup di dalam tubuh manusia dan terletak pada bagian bagian usus halus. Ciri ciri makhluk hidup dari cacing pita dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya dapat mencapai 4-25 meter, walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang. T. saginata dewasa dapat hidup di dalam tubuh manusia dari 5 sampai dengan 20 tahun, bahkan lebih. Kepala cacing pita disebut skoleks dan memiliki alat hisap (sucker). Skoleks berbentuk segiempat, dengan garis tengah 1-2 milimeter, dan mempunyai 4 alat isap (sucker). Tidak ada rostelum maupun kait pada skoleks. Leher T. saginata berbentuk sempit memanjang, dengan lebar sekitar 0,5 milimeter. Ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur. (baca juga artikel terkait ciri ciri Platyhelminthes)
Segmen matur mempunyai ukuran panjang 3-4 kali ukuran lebar. Segmen gravid paling ujung berukuran 0,5 cm x 2 cm. Lubang genital terletak di dekat ujung posterior segmen. Uterus pada segmen gravid uterus berbentuk batang memanjang di pertengahan segmen, mempunyai 15–30 cabang di setiap sisi segmen. Segmen gravid dilepaskan satu demi satu, dan tiap segmen gravid dapat bergerak sendiri di luar anus. Segmen gravid T. saginata lebih cenderung untuk bergerak dibandingkan dengan segmen gravid T. sollium. Daur hidup dari cacing T. saginata memerlukan 2 inang yaitu inang utama (manusia) dan inang sementara atau perantara (sapi dan kerbau). Berikut penjelasan mengenai Daur Hidup Taenia Saginata, yaitu :
Cacing dewasa melepaskan segmen gravid atau proglotid gravid yang telah masak dan mengandung telur ke dalam saluran pencernaan. sebagian akan ada yang pecah di dalam bagian bagian usus besar dan sebagian tetap berbentuk proglotoid gravid sehingga telur dan proglotoid gravid dapat dijumpai pada feses penderita. Hal ini disebabkan proglotid T. saginata biasanya lebih aktif (motile) daripada T. solium sehingga bisa bergerak keluar dari feses menuju ke rumput.
Telur T. saginata dapat bertahan hidup di lingkungan (tidak tergantung suhu dan kelembaban) baik itu di darat ataupun di rumput sampai beberapa minggu bahkan bisa bertahan sampai beberapa bulan. Telur dan proglotoid gravid yang berada di feses akan teraliri atau terbawa bahkan menempel pada rumput yang kemudian akan termakan oleh hewan ternak. Telur pada umumnya tidak dapat dibedakan antar speseis namun secara umum bentuknya bulat, dilapisi dengan membran, dan dengan lapisan dindingnya berwarna coklat. (baca juga artikel terkait daur hidup cacing tambang)
Apabila telur cacing yang matur mengkontaminasi tanaman rumput atau pun peternakan dan termakan oleh ternak sapi atau kerbau, telur hanya dapat menetas apabila terpapar dengan sekresi gaster diikuti dengan sekresi usus sehingga setelah terjadi peristaltik yang bersifat retrograd, onkosfer akan menetas dan menembus dinding usus, mengikuti aliran kelenjar getah bening. Onkosfer berbentuk masih seperti telur tanpa membran dan memiliki kait. Setelah menetas kemudian menyebar ke organ-organ tubuh lain, terutama pda jaringan otot seperti otot lidah, leher, otot jantung, dan otot gerak.
Penyebaran dari Onkosfer T. saginata lebih sempit dibandingkan mobilitas dari onkosfer T. solium, hal ini karena morfologi onkosfer dari T. solium memiliki kait yang lebih dominan sehingga memudahkannya untuk menempel pada organ dan jaringan tubuh inangnya. Dalam waktu 60-70 hari pasca infeksi, onkosfer berubah menjadi larva sistiserkus yang infeksius. (baca juga artikel terkait daur hidup Fasciola hepatica)
Setelah tersebar Onkosfer T. saginata pada inang perantara/sementara akan menginfeksi pada berbagai organ dari sapi atau kerbau seperti pada bagian bagian paru paru dan jaringan otot. Onkosfer ini akab berubah bentuk menjadi bentuk larva yang memiliki kista yang membesar dan membentuk gelembung yang disebut sistiserkus. Sistiserkus adalah fase istirahat yang terdapat di dalam tubuh inang perantara, dan terdiri atas kantung tipis yang dindingnya mengandung skoleks, dan rongga di tengahnya berisi sedikit cairan jernih.
Sistiserkus T. saginata pada jaringan dan organ inang perantara ini dikenal dengan nama Cysticercus bovis. Pada umumnya, sistiserkus T. saginata ditemukan pada otot daging dan sangat jarang ditemukan pada organ visceral, otak dan hati inang perantaranya, kemungkinan karena otot daging merupakan tempat yang memperoleh sirkulasi darah paling banyak. Serangan ini dikenal dengan istilah Sistiserkosis. Sistiserkosis adalah penyakit parasitik yang disebabkan oleh sistiserkus, yaitu larva atau fase metacestoda cacing pita yang ditandai dengan adanya kista pada otot skeletal inang. (baca juga artikel terkait jaringan ikat pada hewan)
Berbeda dengan T. solium yang fase larvanya disebut Cysticercus cellulosae, Sistiserkosis dapat terjadi pada hewan dan manusia, pada manusia dapat terjadi jika proses penularan terjadi langsung tanpa melewati inang perantara atau sementara. Sedangkan T. saginata pada larva Cysticercus bovis ini tidak mengakibatkan Sistiserkosis pada manusia hanya pada inang perantara saja. Manusia akan tertular lewat fase sistiserkus apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di bagian bagian lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh menjadi cacing dewasa yang tubuhnya bersegmen (proglotid) yang dapat menghasilkan telur. (baca juga artikel terkait daur hidup cacing perut)
Cacing pita dewasa hidup dan menghuni di bagian bagian usus halus manusia. Morfologi cacing dewasa berwarna putih, tembus sinar, dan panjangnya dapat mencapai 4-25 meter, walaupun kebanyakan 5 meter atau kurang. T. saginata dewasa dapat hidup di dalam tubuh manusia dari 5 sampai dengan 20 tahun, bahkan lebih. Cacing T. saginata menjadi dewasa dalam waktu 10 – 12 minggu. Tubuhnya terdiri dari kurang lebih 1000 – 2000 proglotid, memiliki scoleks (kepala) dengan diameter 1 – 2 mm yang terdiri dari 4 penghisap tanpa organ hook/kait atau rostellum.
Di dalam usus manusia, skoleks akan mengalami eksvaginasi dan melekatkan diri dengan alat hisapnya pada dinding usus, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa dan kemudian membentuk strobila. Cacing dewasa T. saginata yang hidup di bagian usus manusia mengakibatkan penyakit yang dikenal dengan istilah Taeniasis. Seperti halnya cacing pipih lainnya, perkembangbiakan hewan T. saginata ini dengan cara hermaprodit atau dapat melakukan pembuahan sendiri karena dalam satu tubuh memiliki dua jenis kelamin. Ketika pembuahan telah terjadi, telur atau embrio disimpan di setiap proglotid atau disebut proglotid gravid. Saat proglotid telah masak dan mengandung telur. Kemudian akan diteruskan dan dikeluarkan bersama feses. (baca juga artikel terkait daur hidup cacing hati)
Taeniasis merupakan infeksi pada saluran pencernaan oleh cacing pita dewasa. Penyakit ini muncul sebagai akibat konsumsi daging ternak yang tidak higienis atau dalam kondisi yang tidak terlalu matang sehingga daging yang terduga mengandung T. saginata tertular masuk ke dalam tubuh manusia. Gambaran klinik dan diagnosa penyakit taeniasis pada T. saginata pada usus hampir serupa dengan infeksi T. solium. Gejala penderita taeniasis umumnya, yaitu
Penyakit taeniasis merupakan infeksi parasit yang umum dan dapat ditemukan pada seluruh bagian dunia. Menurut data, sekitar 45 juta orang di seluruh dunia terinfeksi T. saginata. Penyakit Taeniasis tersebar di seluruh dunia dan sering dijumpai dimana orang-orang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi daging sapi atau daging babi mentah atau yang dimasak kurang sempurna. Termasuk di Indonesia yang konsumsi daging sapi cukup tinggi tiap tahunnya. Hal ini didukung pula dengan sanitasi yang buruk terutama di daerah yang antara rumah dan kandang ternaknya berdekatan. Selain itu, pada kondisi kebersihan lingkungan yang jelek, makanan sapi bisa tercemar feses manusia yang bisa menyebabkan terjadinya penyakit tersebut. Sehingga siklus dari cacing ini akan terus terjadi. (baca juga ciri ciri lingkungan sehat dan tidak sehat)
Adapun cara untuk mencegah, memutus dan mengobati terjadinya penyakit yang disebabkan oleh T. saginata diantaranya yaitu menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita, mencegah kontaminasi tanah dan rumput dengan tinja manusia, memeriksa daging sapi, ada tidaknya sistiserkus, memasak daging sampai sempurna. Mendinginkan sampai -10oC selama 5 hari karena sistiserkus dapat rusak. Sedangkan pengobatan yang dapat dilakukan pada hewan bisa dilakukan dengan pemberian obat cacing praziquantel, epsiprantel, mebendazole, febantel dan fenbendazole. Demikian juga untuk pengobatan Taeniasis pada manusia, pemberian obat cacing praziquantel, niclosamide, buclosamide atau mebendazole dapat membunuh cacing dewasa dalam usus.
Definisi dari pupuk ialah bahan yang dijadikan sebagai penambah pada sebuah media tanam untuk membantu…
Pupuk berbahan organik menjadi satu-satunya input yang bisa diberikan ke dalam lahan sawah. Konsentrasi nutrisi…
Sebelum membahas tentang manfaat Bioteknologi, ada baiknya kita paham duluapa itu Bioteknologi. Secara umum Bioteknologi…
Definisi dari red tide merupakan kejadian yang terjadi secara alami pada air laut yang mengalami…
Definisi dari red tide ialah fenomena dimana ditemukan perkembangan jumlah fitoplankton yang sangat drastis berkali…
Dr Roslan Yusni Hasan atau Ryu Hasan selaku pakar neurologi mengatakan, dalam menjawab mengenai LGBT…