Jam biologis juga dikenal sebagai ritme sirkadian. Secara umum jam biologis biasanya mengikuti segala perubahan pada aktivitas fisik, mental, dan perilaku manusia dalam siklus 24 jam.
Selain diatur oleh faktor alami di dalam tubuh manusia seperti saraf suprachiasmatic (SCN) pada otak, biasanya ritme ini dipengaruhi oleh kondisi cahaya di lingkungan sekitar seseorang. Dengan adanya jam biologis seseorang bisa menentukan siklus tidur, produksi hormon, suhu tubuh, dan berbagai fungsi tubuh lainnya.
Jam biologis tubuh penting dalam hal mengatur siklus istirahat-bekerja, siang-malam, mempengaruhi pola tidur, serta pelepasan hormon dan bahkan suhu tubuh. bioteknologi modern hormon brovine somatotrophin bisa dijadikan sebagai informasi tambahan.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa mengganggu ritme ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Namun, saat itu tidak dapat disimpulkan, sebagian besar data dilaporkan sendiri, kelompok peserta kecil, dan berpotensi faktor data-miring tidak dikesampingkan.
Sementara untuk studi baru, tim internasional yang dipimpin psikolog Universitas Glasgow Laura Lyall menganalisis data yang diambil dari Biobank Inggris.
Dalam prosesnya, para relawan memakai akselerometer yang mengukur pola istirahat dan aktivitas, serta memiliki catatan yang kemudian dibandingkan dengan sejarah mental mereka. Data ini juga diambil dari Biobank Inggris.
Hasilnya, para peneliti menemukan individu dengan riwayat mengganggu ritme alami tubuh mereka – seperti bekerja shift malam, atau menderita jetlag berulang – juga cenderung memiliki risiko gangguan jiwa, perasaan ketidakbahagiaan, dan masalah kognitif seumur hidup yang lebih tinggi.
Hasil studi yang dimuat dalam jurnal kesehatan The Lancet Psychiatry itu juga diyakini kebenarannya, meski tetap memerhitungkan potensi dampak dari faktor-faktor seperti usia tua, gaya hidup yang tidak sehat, obesitas, dan trauma masa kecil. “Temuan ini memperkuat gagasan bahwa gangguan mood dikaitkan dengan ritme sirkadian yang terganggu,” kata Lyall.
Para peneliti menyimpulkan, pengukuran siklus istirahat kerja orang bisa menjadi alat yang berguna untuk menandai dan menyembuhkan banyak orang yang bisa dikategorikan mempunyai resiko pada depresi berat atau pun disebut dengan gangguan bipolar. Hanya saja, salah satu keterbatasan dari penelitian ini adalah usia rata-rata peserta uji coba.
“Tujuh puluh lima persen gangguan mental dimulai sebelum usia 24 tahun,” kata peneliti Universitas Oxford, Aiden Doherty, mengomentari makalah itu.
“Sistem sirkadian mengalami perubahan perkembangan selama masa remaja, yang juga merupakan waktu yang umum untuk timbulnya gangguan mood,” tambahnya.
Manusia telah ditunjukkan sebagai “burung hantu” atau “larks”, sesuai dengan apa yang disebut genetik “chronotypes” yang menentukan apakah kita berfungsi lebih baik pada malam hari atau di siang hari.
Temuan ini menjadi penting mengingat tahun lalu, Hadiah Nobel untuk pengobatan diberikan kepada tiga ilmuwan AS yang memelopori pemahaman kita tentang bagaimana jam biologis tubuh atau ritme sirkadian berlaku. efek biologis obat bius bisa dijadikan sebagai informasi tambahan.
Beberapa resiko penyakit yang akan muncul jika jam biologis terganggu:
- Risiko kanker
Penelitian yang dilakukan oleh Nurses Health Study mengungkapkan, peningkatan risiko kanker terjadi pada mereka yang bekerja pada shift malam, termasuk kanker payudara dan kolorektal.
Peneliti menyimpulkan bahwa peningkatan paparan cahaya di malam hari mengakibatkan penurunan hormon melatonin yang dapat menyebabkan pertumbuhan kanker.
- Depresi
Dari penelitian yang sudah dilakukan, terjadi pola jam biologis pada tubuh yang telah diatur ulang, bisa membantu proses penyembuhan depresi. Meski begitu, penelitian ini tidaklah menjelaskan secara rinci kenapa hal tersebut bisa terjadi.
- Serangan jantung
Serangan jantung lebih mungkin terjadi di pagi hari. Bukti menunjukkan bahwa ritme sirkadian berhubungan erat dengan kesehatan jantung. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa stroke lebih sering terjadi di pagi hari.