Karakteristik Limbah Pertambangan Secara Biologis

Limbah merupakan salah satu  bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Limbah adalah sisa produksi, baik dari alam maupun hasil dari kegiatan manusia.

Mungkin kita sering menjumpai warna air tambang yang berubah ubah, kuning keruh, hijau, bening sampai kemerahan. Penampakan hijau di gambar diatas bukanlah dari lumut melainkan dari larutan logam yang mengendap pada dasar kolam, umumnya berupa FeSO4.

Saat diambil sebuah contoh, fakta menunjukkan bahwasannya contoh air yang sudah diambil sebelumnya ternyata terlihat bening dan bisa ditembus oleh cahaya. Untuk pHnya sendiri menunjukkan hasil 5 hingga 6.

Tetapi hasilnya sendiri berbeda dengan tampilan luarnya, setelah diteliti lebih dekat kandungan dari zat Mn2+ hasilnya di atas 4 mg/l. Agar kadar Mn nya bisa menurun, maka diperlukan tindakan dimana memperhatikan proses penurunan Mangan dan juga Besi yang sudah terlarut.

Warna air tambang yang memiliki warna kuning hingga berujung kemerahan, bisa membuktikan bahwasannya menunjukkan sudah larutnya mineral pirit yang sudah berubah menjadi Fe dan juga SO4 yang sudah terlarut. pH nya sendiri setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut antara 2.7 – 3. 

Solusi yang bisa dilakukan dalam upaya meningkatkan pH nya, bisa memanfaatkan keberadaan kapur (CaO) dan NaOH dalam proses peningkatannya.

Beberapa lokasi tambang terkadang mengeluarkan lantung/minyak mentah dari rekahan-rekahan batuan, seperti gambar di atas sebelah kiri. Lapisan kuning yang tampak merupakan hasil percampuran antara bahan yang bernama lantung dengan komponen air.

Untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di kawasan penambangan harus digunakan teknologi yang telah terbukti dan teruji, mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan baku dan material pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang digunakan adalah menggunakan bioabsorber.

Teknik tersebut digunakan untuk konservasi sungai yang tercemar logam berat pasca revolusi industri di inggris dan eropa daratan. Teknik biosorpsi yang dilakukan akan memanfaatkan tumbuhan air salah satunya eceng gondok yang mampu membantu dalam proses penyerapan logam berat dengan catatan bisa larut di dalam air. biologi konservasi bisa dijadikan sebagai informasi tambahan.

Eceng gondok  sendiri memiliki kapasitas biosorbsi yang besar untuk berbagai macam logam berat terutama Hg. Logam berat tersebut diabsorbsi dan dikonversi menjadi building block sehingga tidak lagi membahayakan lingkungan.

Namun demikian proses biosorbsi sangat sulit untuk menghasilkan air yang bebar logam berat. Selain laju biosorbsi yang lambat, distribusi eceng gondok juga hanya mengapung dipermukaan sehingga menyulitkan pengolahan yang homogen.

Cara yang bisa dilakukan yaitu dengan membuat embung atau waduk kecil sebelum pembuangan akhir (sungai atau laut). Nantinya embung tersebut harud dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan rakyat sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. dampak biologis limbah bisa dijadikan sebagai informasi tambahan.

Nantinya embung tersebut ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang terlarut didalamnya. Perihal waktu tinggal dan komponen – komponen lain harus disesuaikan dengan fakta yang ada di lapangan tanpa adanya manipulasi. Kemudian dasarnya bisa diambil dari berbagai karya tulis jurnal penelitian.

Tahap pengolahan akhir bisa memanfaatkan saringan karbon aktif sebelum proses pembuangan akhir dilakukan lebih lanjut.

Saringan karbon aktif memiliki resolusi/derajat pemisahan yang sangat tinggi sehingga menjamin kandungan logam berat keluaran nihil atau sangat rendah.

Karbon aktif secara sederhana dapat dengan mudah dibuat dari arang melalui proses aktifasi. Arang komersial (karbon) dapat dijadikan karbon aktif melalui aktifasi fisik dengan pemanasan pada temperatur 600-800 °C selama 3-6 jam.